Konsep Negara Menurut Tan Malaka: Sebuah Pandangan Revolusioner

Tan Malaka adalah salah satu tokoh paling kontroversial dan berpengaruh dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Lahir dengan nama Ibrahim Datuk Tan Malaka pada 1897 di Sumatera Barat, ia dikenal sebagai pemikir kiri yang memiliki pengaruh besar dalam pengembangan ideologi Marxisme di Indonesia. Salah satu warisan intelektualnya yang penting adalah gagasan tentang negara—konsep yang tidak hanya ia bangun dari bacaan teori-teori Barat, tetapi juga dari pengalamannya sebagai pejuang kemerdekaan di tengah penindasan kolonial.

Konsep Negara dalam Pemikiran Tan Malaka

Menurut Tan Malaka, negara bukan sekadar alat administratif atau organisasi kekuasaan, melainkan alat perjuangan kelas dan emansipasi rakyat. Ia memandang negara sebagai alat untuk merealisasikan keadilan sosial, bukan hanya mempertahankan kekuasaan elit.

Dalam bukunya yang terkenal "Madilog" (Materialisme, Dialektika, dan Logika), Tan Malaka berupaya membangun kerangka berpikir ilmiah dalam memahami masyarakat, termasuk negara. Ia menekankan pentingnya logika materialis dan dialektika dalam menganalisis struktur kekuasaan. Bagi Tan, negara harus dibentuk atas dasar kesadaran rasional dan berpihak pada kepentingan rakyat banyak, bukan segelintir penguasa.

Tan Malaka juga melihat bahwa negara kolonial adalah instrumen penindasan, sehingga bentuk negara yang lahir dari sistem kolonial tidak bisa hanya direformasi, melainkan harus dirombak total. Oleh karena itu, kemerdekaan politik menurut Tan bukanlah tujuan akhir, melainkan awal dari perjuangan yang lebih besar: yaitu menciptakan negara yang adil, bebas dari kapitalisme dan feodalisme.

Negara sebagai Alat Revolusi

Tan Malaka mengusulkan bahwa negara Indonesia pasca-kemerdekaan harus berkarakter revolusioner, yakni berpihak pada rakyat kecil dan petani. Ia menolak konsep negara yang hanya menggantikan kulit kolonialisme Belanda dengan elit lokal yang tetap menindas rakyat. Dalam tulisan-tulisannya, terutama dalam Menuju Republik Indonesia, ia menegaskan pentingnya revolusi nasional-demokratis sebagai jalan menuju kemerdekaan sejati.

Ia mengusulkan sistem pemerintahan yang bersifat demokratis, namun tidak liberal dalam pengertian Barat. Demokrasi menurut Tan adalah demokrasi yang berpijak pada kolektivitas dan keterlibatan massa, bukan demokrasi parlementer ala kolonial. Ia mengusulkan Dewan Rakyat sebagai bentuk representasi langsung rakyat, bukan partai-partai yang elitis.

Pandangan Para Ahli tentang Gagasan Tan Malaka

Benedict Anderson, dalam esainya "Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia", menyebut Tan Malaka sebagai pemikir otentik dan orisinal dalam sejarah intelektual Indonesia. Ia menilai Tan sebagai figur yang memahami teori-teori Barat, namun mampu menerapkannya secara kreatif dalam konteks Indonesia. Menurut Anderson, pandangan Tan Malaka tentang negara menunjukkan pemahaman yang dalam terhadap perjuangan kelas dan kolonialisme.

Harry A. Poeze, sejarawan Belanda yang menulis biografi monumental Tan Malaka, mengungkapkan bahwa Tan Malaka adalah tokoh yang konsisten memperjuangkan negara berdasarkan keadilan sosial, bahkan ketika ia harus berseberangan dengan partai politik atau pemerintah revolusioner lainnya. Poeze juga menyebut bahwa Tan adalah sosok yang sulit dikategorikan secara ideologis karena pemikirannya melampaui batas-batas doktrin tertentu.

Dr. Arif Budimanta, dalam salah satu seminar tentang pemikiran politik Indonesia, menyatakan bahwa konsep negara menurut Tan Malaka masih sangat relevan hari ini. Negara yang ideal, menurut interpretasi Budimanta atas Tan, adalah negara yang menghapuskan ketimpangan sosial, menolak dominasi asing, dan menempatkan rakyat sebagai subjek utama pembangunan.

Relevansi Konsep Negara Tan Malaka Saat Ini

Pemikiran Tan Malaka tentang negara menjadi sangat relevan ketika kita melihat berbagai persoalan kontemporer: ketimpangan ekonomi, korupsi, dan dominasi oligarki. Dalam konteks demokrasi modern yang sering kali dibajak oleh kepentingan elit, gagasan Tan tentang negara sebagai alat pembebasan rakyat kembali mengemuka.

Kritiknya terhadap demokrasi parlementer yang elitis dan usulannya mengenai Dewan Rakyat bisa menjadi bahan refleksi atas krisis representasi politik hari ini. Begitu pula dengan penekanannya pada pendidikan massa dan kesadaran kelas, yang sangat penting dalam membentuk masyarakat yang kritis terhadap kekuasaan.

Konsep negara menurut Tan Malaka bukan sekadar teori, melainkan hasil dari perenungan mendalam atas realitas penindasan kolonial dan perjuangan kemerdekaan. Ia melihat negara sebagai alat untuk menciptakan keadilan sosial, bukan sekadar struktur politik yang netral. Melalui pendekatan dialektis dan materialis, ia menawarkan sebuah alternatif radikal terhadap konsep negara kolonial dan liberal.

Meskipun Tan Malaka kerap dipinggirkan dalam narasi resmi sejarah, pemikirannya tetap hidup dan terus menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang percaya bahwa negara seharusnya menjadi milik seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elit.

Read Also :

Posting Komentar

© Yusron Al Fajri. All rights reserved. Developed by Jago Desain